Tuesday, January 29, 2008

Pak Harto wafat

Beberapa waktu yang lalu gw pernah menulis blog tentang mantan Presiden Soeharto. Secara kebetulan, kemarin lusa menjelang berangkat ke kos gw sempat menonton Metro TV mengenai wafatnya beliau. Gw turut berduka cita, semoga arwahnya di akherat mendapat posisi yang sesuai dengan amal ibadahnya selama ini. Amin.

Money can't buy life, but it can save lives. Gw berharap penegakan hukum (terhadap beliau) tetap berjalan untuk tujuan itu. Buat orang-orang yang berpendapat, "Kasian, sudah meninggal kok masih dikejar-kejar", read this: You can't mix 'feeling' and law. Sebagai manusia, gw kagum akan keberhasilan Pak Harto, kagum akan kerja kerasnya, bersimpati sewaktu beliau sakit. Namun tentu saja, hukum harus tetap ditegakkan. Nothing personal.

Buat orang-orang yang berpendapat, "Berkat Pak Harto Indonesia bisa semaju ini", gw akan bilang, "Kemana aja lo?" Gw setuju, Indonesia sekarang lebih baik dibanding Indonesia dulu, tapi dengan pemerintahan yang bersih Indonesia seharusnya jauh lebih maju. Think out of the box please.

Update: Barusan gw liat detik.com bahwa Pak Harto mungkin akan jadi pahlawan nasional. Hmm..

Thursday, January 24, 2008

Visit Indonesia 2008

Akhir-akhir ini sering terdengar kampanye Visit Indonesia 2008. Gw tentu senang, ini akan mendatangkan devisa dan memakmurkan negara. Sebagai wujud partisipasi, gw telah menyusun daftar beberapa hal unik yang truly Indonesia:
  • Forget Venice, the City of Water. We have Jakarta, the City in Water (only during heavy rainy seasons, don’t miss it). Don’t forget to perform medical check-up after the trip.

  • We have busway, high profile project low quality product. It’s less than five years, but the infrastructures are in poor condition. I wish I had one of those big plasmas in my flat before they’re broken.

  • Hospitality is so unique that you can’t stay anywhere in the crowd without being greeted by people (OK, beggars. But they are people right?).

  • You think Roller Coaster is adrenaline-pumping? Taking bus in major cities in Indonesia is more life-risking (in literal term).
Sorry for being cynical. Sebelum menerima tamu, seharusnya kita merapikan 'rumah' terlebih dahulu. Soal tamunya jadi datang atau ga, itu urusan lain. Kalau 'rumah' rapi dan bersih, yang untung kita juga (sebagai "penghuni rumah").

Wednesday, January 23, 2008

Musibah tempat parkir Menara Jamsostek

Gw pernah menulis blog tentang musibah mobil jatuh di ITC Permata Hijau, Jakarta. Dalam kejadian itu, beberapa orang menyalahkan si pengemudi yang baru belajar driving (atau suaminya yang mengijinkan sang istri mengemudi).

Ternyata kecelakaan serupa terjadi lagi, kali ini di Menara Jamsostek, Jakarta. Yang meninggal adalah seorang sopir (terjun bebas dengan Honda Accord). Dalam berita terungkap bahwa at that moment, he was capable of driving. He's a driver, he's capacitated. Masih berpendapat yang salah sopirnya?

OK, bisa jadi saat itu dia sedang lengah, sedang "sial". Namun seharusnya kecelakaan fatal seperti itu dapat dihindari kalau developer-nya becus. Lesson learnt: Kalau ga bisa jadi developer, lebih baik jualan kondom saja, it saves live.

Bersama blog ini gw menyampaikan simpati yang mendalam atas musibah yang terjadi. Semoga beliau yang tertimpa musibah diterima di sisi-Nya. Amin.

Monday, January 21, 2008

Presiden Soeharto


Saat itu gw sedang di omprengan menuju kantor, macet. Gw mendengar siaran radio tentang mantan Presiden Soeharto dan pemilu di Amerika Serikat. Gw tertarik untuk mengomentari berita yang pertama.

Seperti kita ketahui, beliau sekarang sedang sekarat. Fasilitas kesehatan yang diterima beliau sungguh luar biasa. Seperti pernah gw baca di KOMPAS, ini kontras sekali dengan perlakuan yang diterima mantan Presiden Soekarno dan mantan Presiden Gus Dur. Gus Dur membayar sendiri pengobatannya, Bung Karno dirawat seorang dokter hewan, sedangkan Pak Harto diawasi satu tim dokter spesialis. Kenapa berbeda?

Of course, you silly. Bung Karno adalah orang yang hebat, he didn’t need any expert to give him medication. Gus Dur adalah Bapak Bangsa, beliau memberi teladan dengan membayar sendiri pengobatannya. Tentu kalian tahu seperti apa orang yang harus dirawat 1 tim dokter spesialis dan dibayari negara pula!

Selain itu, banyak sekali orang yang mendoakan beliau, katanya beliau sudah sangat berjasa membangun bangsa ini. Well, gw juga mendoakan beliau, tetapi sebagai manusia. Karena beliau sakit, gw mendoakan. It’s the same prayer yang gw berikan untuk tetangga gw, preman di sebelah kamar kos gw, atau tukang sampah yang sering lewat rumah. Meski gw ga kenal mereka, ketika mereka sakit, perlu gw doakan.


Kalau soal berjasa... Hmm, let me think again... 32 tahun memimpin ya? Gw masih terjebak macet ga jelas. Bis dengan kondisi lebih tua dari usianya berada di samping gw. Beberapa waktu lalu Jakarta pernah tergenang banjir parah. Keluarga miskin di Tangerang harus hidup dengan 1 bungkus mi instan per hari untuk 1 keluarga (Tangerang hanya beberapa puluh kilometer dari Ibu Kota, let alone Papua). Gw seperti hidup 32 tahun yang lalu. Hardly any improvement.

Oh wait. I am so naïve, tentu saja ada perkembangan. Kita punya jalanan aspal yang biaya pembangunannya ga masuk akal (bukti daya beli yang superior). Teman gw yang bapaknya Kapolres punya rumah sebesar lapangan bola, bertingkat pula (bukti kemakmuran). Dan err.. kayaknya ga ada contoh lain selain over budget projects dan aparat yang makmur. At least I see some improvements. Wajarlah belum banyak, lha baru 32 bulan memimpin. Oh wait. Itu dalam tahun?

Wednesday, January 09, 2008

Nasib buruh rokok karena banjir

Tadi malam gw membaca KOMPAS mengenai banjir di pulau Jawa. Salah satu pabrik sebuah perusahaan rokok terkenal berhenti beroperasi selama 1-2 minggu karena tergenang air, akibatnya ribuan buruh ga mendapat gaji. Mereka dibayar harian, 22 ribu/hari.

Membaca berita itu membuat gw sedih. Gw dan kebanyakan “orang kantoran” umumnya “senang” kalau musibah itu menimpa tempat kami bekerja. Libur, tapi tetap dapat gaji. Buruh-buruh itu hanya mendapat uang kalau bekerja, padahal upah mereka lebih kecil dari biaya transportasi gw per hari.

Gw tahu perusahaan rokok itu sangat besar. Rasanya mereka ga akan rugi meski tetap membayar upah buruhnya (itu hanya salah satu dari 70-an pabrik mereka). Menurut gw ini adalah Corporate Social Responsibility yang sesungguhnya.

We could argue that loyalitas dan produktivitas buruhnya akan meningkat karena diperhatikan oleh perusahaan (dan sebenarnya banyak benefit lain bagi perusahaan). Terlepas dari itu, they could save lives.

For the skeptics: Don’t take my word as is. Bagaimana jika semua pabrik mereka berhenti beroperasi, apakah saran gw tetap berlaku? Not that black and white. Just remember, customer satisfaction comes after employee satisfaction.

Tuesday, January 08, 2008

Being smart+knowledgeable is not enough

Ini terjadi seminggu sebelum liburan Natal. “Thomas, lo dipanggil Pak XXX,” sekretaris CIO di kantor gw bekerja memberi tahu via YM. Beliau yang namanya gw samarkan adalah CEO.

Sebelumnya gw hanya sekali bertemu beliau, sekedar berjabat tangan di hari pertama kerja (nothing special, I shook hands with everybody). Wajar gw bertanya, ada apa gerangan? (atau lebih tepatnya, “Buset, salah apa gw sampai dipanggil CEO?”)

Ternyata gw ditawari jadi manajer sebuah divisi yang akan dibentuk, berkaitan dengan corporate strategy. Divisi ini akan directly reporting to CEO. Gw direkomendasikan oleh beberapa orang di perusahaan (sampai sekarang gw ga tau siapa). Mengingat gw belum dua bulan bekerja, kontrak pula, maka berita ini seperti mendapat durian runtuh. Wow!!! Sayangnya gw ga suka durian.

Don’t get me wrong. Mendengar job desc-nya, gw sangat tertarik. Basically peran gw adalah menjadi jembatan antara kepentingan bisnis dengan kemampuan IT (Information Technology) perusahaan. Sudah menjadi pengetahuan umum, bisnis dan IT hardly on the same page.

Kami berbincang-bincang mengenai beberapa hal, dan kelihatannya beliau tertarik dengan pemikiran-pemikiran gw. FYI, gw mengusung konsep business-driven development dan agile, adaptive development. Pokoknya seru banget deh!

Tapi hari ini gw melihat announcement di e-mail kantor bahwa posisi itu sudah diisi oleh seorang manajer sales. Gw sedih. Bukan karena merasa bodoh, tapi karena merasa dimarjinalkan karena usia dan lama bekerja (bukan pengalaman kerja).

Itu asumsi gw, dengan alasan yang kuat. Di akhir perbincangan gw memberi tahu beliau bahwa gw baru 3 tahun bekerja (gw sudah bekerja sebelum lulus kuliah). Itu membuat beliau kaget, terlebih ketika mendengar usia gw (“Astaga, kamu 14 tahun lebih muda dari saya!”). Setelah itu raut wajah beliau berubah ;-)

Mungkin kalian yang skeptis akan berkata, “Ah bisa aja lo, itu kan baru tawaran. Pede amat lo.” Well, pertama, sebelum menawari gw (“orang baru”), pasti beliau sudah mengevaluasi “orang-orang lama” (pegawai-pegawai senior yang kompeten). Kedua, dari sekian “orang baru”, hanya gw yang ditawari. Ketiga, well... gw ga bisa bilang, pokoknya sama kuat dengan kedua alasan sebelumnya.

Anyway, gw ga mau terlalu larut disini. Life goes on. Soli Deo gloria—To God alone be glory. I'm just an instrument.

Sunday, January 06, 2008

Susahnya mencari kos

Hampir setengah hari gw habiskan untuk mencari kos, hasilnya nihil. Pertama gw ke daerah kampus Moestopo. Asumsi gw, dekat kampus pasti banyak kos. Well, banyak, tapi dari beberapa tempat yang gw kunjungi, kualitasnya "meragukan".

Tempatnya tipikal "perkampungan di kota" dengan jalan setapak yang kanan-kirinya kadang dihiasi gerobak sampah, gerobak dagangan, atau kursi panjang untuk nongkrong.

Tapi bukan itu isunya. Sanitasinya meragukan. Gw sempat eneg waktu masuk ke sebuah rumah kos dan mencium bau "ga jelas". Penerangannya juga payah sampai-sampai gw berpikir, "Kalau ada mayat disini, mungkin mereka ga sadar." Dekat situ juga ada kali yang gw kuatir meluap kalau hujan deras.

Gw memang belum menjelajah jauh, mengingat kebanyakan pemilik kos sedang pergi (gw datang di saat yang salah, dekat situ sedang ada kondangan) dan gw malas masuk ke pelosok (it's getting too far from what I expected). Kisaran harga 400-600 ribu. Mungkin kalau ada informasi baru, gw akan coba lagi kesana.

Selanjutnya ke Karet, belakang HSBC. Di jalan Bek Murad ada beberapa kos bagus, tapi semua penuh dan harganya (menurut gw) terlalu mahal untuk "numpang tidur": 1.7 sampai 2.5 juta. Gw ga tertarik untuk ke pelosok Royani dan sebagainya karena alasan yang sama, terlalu jauh.

Disana gw istirahat lumayan lama di sebuah kedai, minum jus sirsak dan teh botol (I don't usually drink sweeties, tapi gw benar-benar capek) sambil make some calls nanya kos-kosan. Setiabudi, terlalu jauh. Bendungan Hilir dan Atmajaya, potensial banjir. Belakang SCTV/Planet Hollywood, Senopati, Blok M, boleh juga, tapi belum gw lihat.

Final destination for today: Blok M. Sesampainya di terminal gw naik ojek untuk muter-muter. Sempat melihat beberapa rumah, tapi ga ketemu yang cocok (gw juga merasa, "Wah, ini kejauhan."). Gw sempat kehujanan juga, tapi untung hujannya tau diri. Kalau gw lagi di ojek, berhenti. Kalau sampai suatu rumah, hujan lagi.

Catatan: Untuk yang ingin membantu, kantor gw di daerah Tulodong, belakang BEJ. Help very much appreciated :-)

Looking for my geek side?