Thursday, January 07, 2010

Dinding mendengarmu, tapi...

Kita bukan orang suci. Well, gw bukan orang suci. Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia—dengan asumsi pikirannya sehat dan lingkungannya mendukung— secara alami selalu berusaha menjadi lebih baik lagi, lebih suci lagi. Tapi dalam proses menuju kesitu, we can and will make mistakes.

OK, anggaplah gw mengajak seseorang untuk nyolong rambutan. Awalnya dia ga mau, takut dosa dan sebagainya. Gw juga takut, tapi penasaran gw mengalahkan takut gw, dan gw mengajak dia karena membutuhkan partner. Akhirnya kita nyolong bareng, berdua dalam keadaan sadar. Namun setelah nyolong berkali-kali dan makan sampai kenyang, dia menyesal dan menuntut gw bertanggung jawab atas penyesalannya. Dia ingin gw mengembalikan rambutan-rambutan yang gw dan dia makan dan membuat dia "kembali ke yang dulu." Wow, tunggu dulu.

Such concept does not compute in my mind. Steven Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People mengatakan bahwa kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Orang lain akan berusaha mempengaruhi kita, namun kendali terakhir ada pada diri kita sendiri.

Mengutip bukunya (gw agak lupa, kata-kata akan berbeda): Seorang mahasiswa berkata dia tidak bisa ikut kuliah saya karena terpaksa ikut latihan olahraga. Saya berkata, "Apakah kamu sedemikian tak berdayanya sehingga harus ikut latihan itu, atau kamu memutuskan karena berbagai pertimbangan?" Akhirnya dia berkata itu berdasarkan pertimbangannya, karena kalau tidak latihan posisinya sebagai anggota tim akan terancam. Dia berusaha melemparkan tanggung jawab kepada keadaan agar tidak saya salahkan.

Kembali ke nyolong rambutan, beberapa hari lalu gw diteror seseorang yang menuntut pertanggungjawaban gw untuk hal serupa. Begitu niatnya orang itu sampai mengikuti gw di Twitter, Facebook dan mungkin blog ini (hey, are you reading this?). Di Facebook dia sampai punya beberapa akun yang jadi teman gw (dalam istilah Kaskus, ini namanya "klonengan") khusus memantau status updates gw. Ga hanya meneror gw, dia bahkan meneror orang yang dekat dengan gw.

Bagaimana bersikap dengan orang seperti ini? Sikap pertama tentu bereaksi, dalam hal ini menunjukkan penyesalan dan pernyataan sikap untuk berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi. Sikap kedua memberikan pengertian mengenai konsep "hey, kamu yang bertanggung jawab atas hidupmu sendiri".

Tapi beberapa orang sungguh bebal otaknya. Apa yang harus dilakukan? Nothing. Seperti kata Steven Covey juga, "Saya tidak bisa membuka kepala Anda dan mengubah susunan kabel disitu agar Anda bertindak sesuai yang saya kehendaki." Ini harus dari dalam keluar.

Will I stop posting status updates in Facebook? Sekarang memang gw belum update apa-apa, tapi itu karena gw sibuk. Dinding memang punya telinga, tapi bukan berarti kita perlu "jaim" di lingkaran personal kita.

7 comments:

  1. complicated life, still..

    ReplyDelete
  2. yup...It's not the end of the world. So, keep on moving man.

    ReplyDelete
  3. orang meneror bukan tdk ada sebab
    mungkin karna elo dianggap pengecut
    karna selelu bersebunyi dari kenyataan
    gw ga tau elo ada hub apa dengan dia but klw elo jantan elo harusnya bicara bukan bersembunyi layaknya banci
    atau memang elo banci, or hanya org yg ingin merusak hubungan org lain, gw rasa elo kedua-duanya
    janganlah engkau menjadi cowok yg MUNAFIK!!!!
    atau perlu elo gw daftarin menjadi peserta be a man at global tv ????

    ReplyDelete
  4. @dimmy i wonder if you really read my blog or just skimmed it :) baca paragraf kedua untuk "latar belakang masalah" dan paragraf keenam untuk "si Thomas sembunyi aja atau gimana?"

    oh, "populer di Google" dan "menyembunyikan diri" adalah frase yg berlawanan :) (tips: try search my name in Google)

    ReplyDelete

Looking for my geek side?