Tuesday, January 08, 2008

Being smart+knowledgeable is not enough

Ini terjadi seminggu sebelum liburan Natal. “Thomas, lo dipanggil Pak XXX,” sekretaris CIO di kantor gw bekerja memberi tahu via YM. Beliau yang namanya gw samarkan adalah CEO.

Sebelumnya gw hanya sekali bertemu beliau, sekedar berjabat tangan di hari pertama kerja (nothing special, I shook hands with everybody). Wajar gw bertanya, ada apa gerangan? (atau lebih tepatnya, “Buset, salah apa gw sampai dipanggil CEO?”)

Ternyata gw ditawari jadi manajer sebuah divisi yang akan dibentuk, berkaitan dengan corporate strategy. Divisi ini akan directly reporting to CEO. Gw direkomendasikan oleh beberapa orang di perusahaan (sampai sekarang gw ga tau siapa). Mengingat gw belum dua bulan bekerja, kontrak pula, maka berita ini seperti mendapat durian runtuh. Wow!!! Sayangnya gw ga suka durian.

Don’t get me wrong. Mendengar job desc-nya, gw sangat tertarik. Basically peran gw adalah menjadi jembatan antara kepentingan bisnis dengan kemampuan IT (Information Technology) perusahaan. Sudah menjadi pengetahuan umum, bisnis dan IT hardly on the same page.

Kami berbincang-bincang mengenai beberapa hal, dan kelihatannya beliau tertarik dengan pemikiran-pemikiran gw. FYI, gw mengusung konsep business-driven development dan agile, adaptive development. Pokoknya seru banget deh!

Tapi hari ini gw melihat announcement di e-mail kantor bahwa posisi itu sudah diisi oleh seorang manajer sales. Gw sedih. Bukan karena merasa bodoh, tapi karena merasa dimarjinalkan karena usia dan lama bekerja (bukan pengalaman kerja).

Itu asumsi gw, dengan alasan yang kuat. Di akhir perbincangan gw memberi tahu beliau bahwa gw baru 3 tahun bekerja (gw sudah bekerja sebelum lulus kuliah). Itu membuat beliau kaget, terlebih ketika mendengar usia gw (“Astaga, kamu 14 tahun lebih muda dari saya!”). Setelah itu raut wajah beliau berubah ;-)

Mungkin kalian yang skeptis akan berkata, “Ah bisa aja lo, itu kan baru tawaran. Pede amat lo.” Well, pertama, sebelum menawari gw (“orang baru”), pasti beliau sudah mengevaluasi “orang-orang lama” (pegawai-pegawai senior yang kompeten). Kedua, dari sekian “orang baru”, hanya gw yang ditawari. Ketiga, well... gw ga bisa bilang, pokoknya sama kuat dengan kedua alasan sebelumnya.

Anyway, gw ga mau terlalu larut disini. Life goes on. Soli Deo gloria—To God alone be glory. I'm just an instrument.

3 comments:

  1. "Ini terjadi seminggu sebelum liburan Natal. “Thomas, lo dipanggil Pak XXX,” sekretaris CIO di kantor gw bekerja memberi tahu via YM. Beliau yang namanya gw samarkan adalah CEO."

    apakah sekretaris CIO = sekretaris CEO? atau merangkap :)

    ReplyDelete
  2. nope. mungkin itulah "the power of YM" :-)

    ReplyDelete
  3. anak yang pintar :-)..life must go on and u will get d' best

    ReplyDelete

Looking for my geek side?