Ga lama kemudian ada omporengan datang. Gw naik di belakang, trus teriak ke sopirnya, “Komdak ga Pak?” “Ga,” katanya. Gw turun. “Mau kemana Mas?” Ternyata sopirnya tetangga gw! Akhirnya gw naik mobil dia.

Sebelumnya gw pernah dikasih tau di SCBD ada yang namanya bis kawasan, bis yang khusus melayani daerah itu. Layak dicoba, lumayan hemat 5 ribu Rupiah untuk ojek.
Sesampainya di daerah BEJ, gw bertanya ke satpam yang sedang sarapan. “Di halte sana,” katanya dengan mulut penuh sambil menunjuk ke tikungan. Hm, ga begitu jauh, gw pikir. Gw berjalan kaki kesana. Lho, dimana haltenya? Mungkin kesanaan lagi, gw pikir. Gw terus menyusuri trotoar... lumayan lama berjalan dan halte sial itu ga kelihatan juga.

Gw memperhatikan jalan dengan seksama, berpikir keras, “Turun dimana ya?” Gw menunggu dengan sabar, beberapa penumpang turun, dan turun lagi. Bis mulai sepi. Gw mulai panik. Ga lama kemudian... lho kok BEJ lagi? Gw akhirnya naik ojek.
Menu hari ini adalah soto... atau semacamnya. Gw ga peduli, yang penting enak. Belajar dari pengalaman kemarin, hari ini gw mengambil nasi lumayan banyak. Gw kapok naga-naga di perut berdemonstrasi sebelum makan malam tiba.
Pekerjaan di kantor ga ada yang menarik untuk diceritakan. Seriously. Hanya saja gw agak protes dengan penerangan di ruangan yang lebih cocok untuk warung remang-remang (Disclaimer: Gw belum pernah ke tempat seperti itu, ini asumsi).
Karena tau perjalanan pulang akan macet mandraguna, gw memutuskan untuk naik bis yang muter dulu di Blok M, yang penting dapat tempat duduk. Alhasil gw sampai rumah 30 menit lebih lama dengan resiko batu ginjal lebih besar (menahan pipis).
No comments:
Post a Comment