Sunday, May 13, 2007

Half filled glass

Beberapa waktu lalu gw naik bis jurusan Tangerang – Grogol. Ada pengamen yang nyanyi dengan gaya bercerita, intinya lagunya adalah—to my opinion—“mengeluh”.

Korupsi yang merajalela, tikus-tikus gemuk di pemerintahan, orang kaya yang semakin kaya dan orang miskin yang semakin miskin, pengangguran, harga barang yang semakin mahal, dan hal-hal “tipikal” lain. Bukan pertama kalinya gw dengar lagu seperti ini. Dan kalau mau jujur, memang seperti itulah keadaan negara kita sekarang.

Lalu tiba-tiba gw ingat dengan konsep “half filled glass”, dimana orang melihat gelas bisa setengah kosong atau setengah terisi, tergantung perspektifnya. Lagu yang dibawakan pengamen tadi masuk perspektif “gelas yang kosong setengah”.

Kalau gw pribadi, gw cenderung melihat sesuatu (termasuk masalah di negara kita) sebagai setengah penuh. We’re sucks, I know, but we’re progressing for betterment. Mungkin kata-kata gw terdengar politis, tapi menurut gw itu namanya optimis.

Seorang teman memberikan pemikiran yang bagus. Dia bilang, “Dari dulu sampai sekarang, yang namanya korupsi, illegal logging, human trafficking, penggelapan pajak, kemiskinan, perang, kemerosotan moral, dsb dsb bukannya berkurang tapi bertambah. Kalo lo ga optimis, lo bisa gila.”

He’s got a point. Daripada mengurusi (baca: mengeluh) yang sudah/sedang terjadi dan ga berbuat apa-apa (selain mengeluh), lebih baik put your effort to make change. Kalau kita ga bisa mengubah orang lain (dan biasanya memang sangat sulit), ubahlah diri kita sendiri. Kalau semua orang melakukannya, ga ada yang perlu repot mengubah orang lain.

Tentu saja untuk berubah dibutuhkan niat. Dan niat diawali dengan optimisme. Mulailah dengan melihat gelas setengah penuh.

1 comment:

  1. Great you picked it up! I can't rtead Indonesian, but find it fascinating to discover... cheers!

    ReplyDelete

Looking for my geek side?